Opini

Peran Generasi Milenial dalam Partisipasi Pemilu

Jember -  Generasi milenial secara sederhana diartikan sebagai generasi Milenial yang terlahir mulai dari tahun 1980-an sampai pada akhir 1990-an. Berdasarkan riset The Urbans Millenials tahun 2017, di Indonesia sendiri jumlah 255 juta penduduk terdapat 81 juta yang merupakan generasi milenials pertama kalinya di tahun 2020 Indonesia mendapat fenomena bonus demografi memiliki jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah tidak produktif dan 50% dari usia produktif tersebut adalah generasi milenial.  Pemilih Milenial yang akan memberikan hak suaranya dalam Pemilihan Umum. Sesuai aturan yang berlaku bahwa pemilih yang mendapatkan hak pertama kali dalam mengikuti pesta demokrasi yaitu sudah berumur 17 tahun dan apabila sudah menikah (Undang -Undang, 2003). Bagaimana seharusnya millenials berpartisipasi dalam politik? Dalam era demokrasi politik adalah segala hal yang menyangkut negara dan masyarakat selalu identik dengan politik. Politik demokrasi dan pemilu harus menjadikan dalam menentukan pemimpin untuk negara. Politik sebagai partisipasi aktif kita dalam menentukan arah bangsa. Kampanye mengatasnamakan generasi milenial, memperjuangkan serta memberikan ruang untuk generasi ini tampil sebagai aktor perubahan bangsa lebih terlihat hanya sebatas untuk meraup suara dari generasi yang jumlahnya 35% di Indonesia. Pemilihan umum adalah suatu proses implementasi dari demokrasi dimana setiap warga negara mempunyai hak yang dalam menentukan calon pemimpin bagi mereka (Nasir, 2020), dimana terdapat kebebasan, keadilan dan kesetaraan pada setiap orang dalam bidang apapun.  Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 1 tentang Pemilihan Umum, pemilu merupakan fasilitas masyarakat yang berdaulat dalam melakukan pemilihan DPR, DPD, DPRD, dan presiden beserta wakilnya. Dalam pelaksanaan pemilu dilaksanakan dengan asas luber jurdil "langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil" dan didasarkan pada Pancasila serta UUD RI tahun 1945. Pelaksanaan pemilu sebagai bentuk demokrasi yang ada di dalam suatu negara. Generasi milenial berperan untuk  mempengaruhi kebijakan dan hasil pemerintah melalui partisipasinya dalam pemilu sebagai bentuk implementasi di negara Indonesia dalam sistem demokrasi. Jadi, seorang milenials yang cerdas harus bisa menentukan pilihannya secara rasional. Harus aktif dalam berbagai proses politik mulai aktif partisipasi dalam pemilu, partisipasi politik yang berkualitas diimbangi dengan pandangan politik yang terbuka sehingga tidak mudah terjebak pada konflik yang memecah belah Dengan aktivitas generasi milenial yang dominan dalam menggunakan teknologi juga sangat memudahkan siapa saja memberikan input pada generasi ini melalui media social. Dilihat dari minat generasi ini tentu sudah terlihat siapa saja yang ingin mendapatkan manfaat dari besarnya jumlah generasi milenial termasuk dalam kepentingan politik mereka masing masing. Potensi milenial yang signifikan tentu tidak serta merta dengan mudah didapat, perlu pendekatan yang aktif, kreatif dan tentunya sesuai dengan dunia mereka yang update dengan teknologi. Sebagai generasi milenial tentu harus tahu dalam teknologi dan media maka partisipasi politik yang ada harus diimbangi dengan perbanyak referensi yang ada dalam menentukan pilihan. Jangan terjebak hoax di era milenial dalam penggunaan medsos. Jangan sampai terjebak pada isu/berita palsu tanpa nyatanya. Harapan kedepannya tidak ada generasi millenial yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Generasi milenial harus cerdas dan aktif dalam menyalurkan hak pilihnya.    

Memaknai Pemilu sebagai Sarana Integrasi Bangsa

Jember - Tanggal 14 Februari 2024, bukan hanya sebagai hari kasih suara atau hari pencoblosan, sekaligus bertepatan peringatan hari kasih sayang atau dikenal valentine day. Momentum itu mestinya dapat menambah spirit bahwa pemilu nanti harus dapat menyatukan masyarakat, menghargai dan menghormati pilihan politik yang berbeda serta menerima hasil pemilu dengan legowo. Pemilu 2024 diharapkan tidak lagi mempolarisasi masyarakat yang dapat menyebabkan perpecahan bahkan disintegrasi bangsa. Upaya meminimalisir pembelahan masyarakat dimulai dengan menanamkan mindset bahwa pemilu sejatinya hanya arena kontestasi, ajang persaingan antarcalon mendapat dukungan pemilih untuk menentukan siapa yang paling diinginkan mendapat jabatan. Kontes, kata dasar dari kontestasi, memiliki makna sebuah pertunjukan untuk mengetahui siapa yang terbaik, sehingga hasil dari kontestasi adalah siapa yang terbaik di antara peserta kontes lainnya yang juga baik. Bukan pada kesimpulan bahwa yang terpilih adalah yang benar dan yang tidak terpilih adalah pihak yang salah, atau pada anggapan: menang dianggap curang, kalah dianggap pecundang. Pemilu, juga dapat dimaknai sebagai arena konflik legal untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Tapi untuk spirit menjadikan pemilu sebagai sarana integrasi bangsa, maka memaknai pemilu sebagai arena kontestasi menjadi relevan dan integrasi lebih dapat terwujud. Karena kata konflik, memiliki makna negatif, dimana spirit peserta konflik akan saling menegasikan, saling meniadakan. Dengan memaknai konflik, doktrin perjuangan calon atau tim sukses menjadi lebih ‘ekstrim’ antara pilihan yang benar atau salah, bahkan bisa sampai doktrin pilihan halal atau haram, antara haq dan batil, dengan prinsip yang penting menang. Memilih calon lain dianggap dosa dan memilih calonnya bisa masuk surga. Dampaknya, polarisasi di masyarakat akan sangat tajam, yang dapat berujung pada disintegrasi bangsa. Tapi berbeda jika pemilu dimaknai sebagai arena kontestasi. Maka pertunjukan peserta cenderung hanya mengeksploitasi dirinya, menjual kemampuan terbaiknya untuk meyakinkan pemilih. Dalam kontestasi, menghargai dan menghormati calon lain lebih mudah terwujud, ketimbang dalam suasana konflik yang akan saling menegasikan. Pemilu seyogyanya dimaknai sebagai arena kontestasi, kompetisi, kejuaraan, atau perlombaan, bukan sebagai ajang pertempuran anak bangsa untuk berebut kekuasaan. Pascakontestasi, pihak yang kalah memberi apresiasi, dan pihak yang menang tidak tinggi hati, saling merangkul, karena perbedaan peserta dari kontestasi bukan antara benar dan salah. Dalam kontestasi, tidak ada lawan, tapi yang ada hanya kawan bertanding. Ending dari kontestasi, adalah adanya pengakuan kepada siapa yang terpilih, dia lah yang terbaik, dan pada akhirnya hasil pemilu dapat diterima oleh semua pihak. Integrasi Bangsa Perbedaan pilihan politik merupakan keniscayaan dalam berdemokrasi, tetapi perbedaan tidak boleh memisahkan. Pemilu sebagai arena kontestasi akan lebih berjalan damai, ketimbang pemilu jika dimaknai dengan semangat konflik. Jalan damai transisi kekuasaan akan mudah terwujud dalam arena kontestasi.   Setidaknya, beberapa faktor terwujudnya pemilu sebagai sarana integrasi bangsa yakni, pertama, bahwa penyelenggaraan pemilu harus berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena jika penyelenggaraan pemilu sudah sesuai ketentuan, maka kepercayaan publik atas hasil pemilu akan kuat dan sulit terbantahkan. Berbeda jika penyelenggaraannya sudah tidak sesuai ketentuan, maka hasilnya akan mudah diragukan publik. Maka, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus bekerja diatas rel aturan yang jelas. Pemilu berkualitas adalah predictable procedure, but unpredictable result. Maka peraturannya harus jelas, bertafsir tunggal, dan punya kepastian hukum. Kedua, faktor yang dapat mewujudkan pemilu sebagai integrasi bangsa adalah peserta pemilu yang mematuhi peraturan. Proses kontestasi diikuti sesuai regulasi, tidak mencari celah hukum untuk membenarkan tindakannya. Tidak mengeksploitasi politik identitas, tidak melakukan tindakan yang dilarang, dan sportif dalam berkompetisi. Ketiga, warga yang memiliki hak pilih menjadi pemilih berdaulat, menjadi pemilih cerdas, memilih dengan pertimbangan rasional, bukan emosional, apalagi politik transaksional. Ketua KPU RI Hasyim Asyari juga pernah mengatakan, bahwa proses integrasi bangsa akan dapat terwujud, karena desain keserentakan pemilu di tahun 2024 akan bersamaan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di tahun yang sama. Dimana proses koalisi dalam pencalonan pemilihan kepala daerah berdasarkan hasil Pemilu 2024, sehingga bisa jadi berbeda platform politiknya saat pemilu, tapi sama tujuannya saat pencalonan kepala daerah. Kita semua berharap, dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemilih dan pemerintah, bahwa kontestasi Pemilu 2024 nanti akan benar-benar menjadi sarana integrasi bangsa.

Magang di KPU Jember: Pengimplementasian Keilmuan dari Bangku Perkuliahan & Gerbang Awal Merasakan Dunia Pekerjaan

Jember - Lima mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Jember melaksanaan Program magang MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jember. Adapun masing-masing dari mereka dibagi ke dalam 3 bagian struktural daripada lembaga KPU Kabupaten Jember yakni Bagian Keuangan, Umum dan Logistik, kemudian Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi dan Hubungan Masyarakat, serta Hukum dan SDM. Mahasiswa magang pada prinsipnya sama-sama mendapatkan keuntungan, yaitu mendapatkan ilmu secara langsung di tempat kerja. Demikian pula sebaliknya, para anggota divisi merasa terbantu dengan adanya keberadaan mahasiswa magang. “Kami sangat bersyukur berkesempatan magang di kantor ini, setelah sebelumnya kami mempelajari Kepemiluan secara teoritis di kelas pada saat mata kuliah Hukum Pemilu, kali ini kita berkesempatan mempraktikannya secara professional langsung di lapangan”, ujar Affan salah satu dari mahasiswa magang tersebut. “Menjelang pesta politik 2024 kami belajar bagaimana tahapan Pemilu sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022, dan di KPU Jember kami diajak untuk andil langsung dalam serangkaian kegiatannya mulai dari Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, kemudian kita juga terlibat dalam proses pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu kita terjun ke masyarakat langsung melakukan verifikasi faktual setelahnya kita juga membantu dalam kegiatan pendaftaran Parpol, hingga terakhir kemarin kita juga membantu dalam proses pendaftaran PPK.” Imbuhnya. Lewat tahapan dan pekerjaan yang sedang dirampungkan oleh pegawai KPU para mahasiswa bisa ikut belajar mengetahui dan memahami proses pemilu. Adapun serangkaian kegiatan tahapan pemilu 2024 telah dimulai pada tanggal 14 Juni 2024 lalu diawali dengan perencanaan program dan anggaran serta penyusunan Peraturan KPU (PKPU) kemudian serangkaian tahapan ini akan terus berlangsung hingga dilakukannya pemilah umum pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang. Ketua KPU Kabupaten Jember Muhammad Syai'in, SH.,MH sangat senang dan menyambut dengan baik program magang mahasiswa kampus merdeka Fakultas Hukum UNEJ ini. Ketua KPU tersebut berharap peserta magang dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya dengan mengaplikasikan ilmu-ilmu kepemiluan yang sudah mahasiswa pelajari di kampus dan menerapkannya di KPU Jember. “Harapan kami disini para mahasiswa tidak hanya hadir duduk berdiam diri dan tidak tau harus berbuat apa, seluruhnya akan kami upayakan untuk turut ikut serta dalam segala kegiatan persiapan pemilu 2024, utamanya saat ini KPU tengah disibukkan dengan tahapan verifikasi faktual, mahasiswa bisa ikut terjun kelapangan bersama para petugas” Ferdiansyah Putra Manggala, S.H., M.H. selaku dosen pendamping lapangan dan sekaligus mewakili lembaga menyampaikan terimakasih atas kesediaan KPU kabupaten Jember berkenan bermitra dan menerima program magang kampus merdeka mahasiswa FH UNEJ. Lewat program magang kampus merdeka ini memberi pengenalan dan pengetahuan lapangan tentang dunia kerja secara lebih dini bagi para mahasiswa, sehingga diharapkan mahasiswa siap menyongsong dunia kerja dengan lebih siap. 

Keseruan Lomba Agustusan KPU Jember

Jember, - Berjalan selama 3 Hari lomba-lomba Agustusan di lingkungan KPU Jember berjalan sangat seru dan meriah, tidak hanya staf dan karywan saja yang mengikuti lomba namun pimpinan-pimpinan KPU Jember ikut serta memeriahkan Tak mau kalah dengan staf pelaksana Komsionerpun ikut serta dalam kegiatan tersebut, perlombaan bertambah seru saat ketua KPU Jember berlomba denga Sekretaris KPU Jember dalam lomba memasukkan paku dalam dalam botol, meskipun sangat lama waktu untuk menentukan pemenangnya akhirnya ketua KPU Jember mengalahkan Sekretaris Tidak Hanya ketua Komisioner lainpun ikut serta seperti Ibu Komisioner Dessi anggraini yang ikut lomba lari karung bersama srikandi KPU Jember seperti Kasubbag Hukum Siti Nur Indah, Bendahara Minati Mukminin dan Staf Tenis dan Hupmas Anisa Pandu Dalam Perlombaan banyak lagi keseruannya seperti lomba yang lainnya diantara lomba makan kerupuk, lari karung, kelereng, bilyard, dan masukkan paku dalam botol

PENTINGNYA PARTISIPASI DALAM PEMILU

Dalam negara yang menganut sistem Demokrasi, tentunya pemilu merupakan perwujudan yang nyata dalam memberikan sarana bagi rakyatnya untuk menyatakan kedaulatan terhadap negaranya serta sarana untuk menyalurkan aspirasi secara efektif dan ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara sederhana Pemilihan Umum (PEMILU) dapat diartikan sebagai sarana bagi masyarakat dalam memberikan suaranya melewati Voting secara langsung untuk menentukan perwakilan mereka dalam lembaga-lembaga perwakilan Legislafif (DPR¸DPD dan DPRD) dan Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota) yang diselenggarakan dengan Asas LUBER “ Langsung, Umum Bebas dan Rahasia” serta JURDIL “Jujur dan Adil” Dalam sejarah di Indonesia munculnya gagasan Sistem Demokrasi sebagai sistem pemerintahan tentunya tidaklah semudah membalikan telapak tangan, ada beberapa pertimbangan yang salah satunya adalah menginginkan Kedaulatan tertinggi berada di tangan Rakyat dengan alasan negara ini diperjuangakan oleh rakyat sampai mencapai Kemerdekaan. Seperti dalam penyederhanaan arti bahwa Demokrasi adalah Kedauatan dari Rakyat, Oleh Rakyat Untuk Rakyat, tentunya dalam hal ini Rakyat memiliki peran yang sangat penting dalam sistem Demokrasi Bagaimana Dengan Pemilu? Apakah Rakyat juga memiliki Peran yang Sangat Penting? Pertanyaan tersebut juga memiliki jawaban yang sangat penting bahwasannya Pemilu merupakan tonggak utama dari sebuah Demokrasi tentunya Rakyat juga memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah pemilu, keikutsertaan Rakyat dalam dalam sebuah pemilu merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan sebuah pemilu. Secara tidak langsung ketika rakyat  ikut serta dalam sebuah pemilu, hal tersebut dapat diartikan bahwa Rakyat sudah mulai sadar bahwa pemilu merupakan bagian penting dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara di negara ini. Sejak Pasca Reformasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum mengalami Naik Turun, pada tahun 1999 tingkat partisipasi secara nasional tingkat kehadiran mencapai 95,1 %, sedangkan pada tahun 2004 mengalami penurunan yang sangat drastis dengan tingkat partisipasi masyarakat 84,1 %, di tahun 2009 tingkat partisipasi masyarakat semakin memprihatinkan dengan tingkat pastisipasi 70,9 % , dan pada tahun 2014 tingkat partisipasi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya meskipun hanya sedikit dengan angka 75,2 % tingkat Partisipasi. Naik Turunnya Tingkat Partisipasi bukan hanya disebabkan oleh Penyelenggara Pemilu dalam melakukakan Sosialisasi Pemilu tetapi ada faktor lain seperti rendahnya Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilu sebagai jalan Demokrasi, bahkan faktor kekecewaan masyarakat terhadap hasil pemilu yang kadang kala tidak sesuai dengan janji-janji peserta politik ketika berkampanye. Pada penyelenggaran Pemilu serentak Tahun 2019 ini tantangan penyelenggara pemilu dalam meningkatkan Tingkat Partisipasi masyarakat sangatlah berat karena semakin kompleknya penyelenggaraan pemilu dengan di hadapkannya 5 jenis surat suara secara bersamaan di TPS, dan hal ini tentunya menjadikan pesimis penyelenggara pemilu untuk meningkatkan Partisipasi Naik dengan sangat tinggi, terbukti dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tingkat partisipasi yang di targetkan hanya 77,5 %. Peningkatan Patisipasi tersebut merupakan capaian yang sangat luar biasa oleh penyelenggara pemilu melihat sangat kompleknya penyelengaraan pemilu dalam pemilu serentak 2019, hal ini merupakan upaya penyelenggara pemilu untuk mencapai target yang maksimal sampai melampaui angka yag ditargetkan. Capaian tingkat partisipasi tersebut merupakan tolak ukur dari sebuah kesadaran masyarakat akan pentingnya ikut serta dalam Pemilu Serentak 2019, tentunya langkah-langkah Penyelenggara pemilu dalam mensosialisasikan Pemilu serentak 2019 merupakan salah satu indikator dalam peningkatan Partisipasi Masyarakat tersebut Langkah-langkah yang dilakukan oleh Komisi Pemiliihan Umum sebagai Penyelengara pemilu untuk menyadarkan masyarakat ikut serta dalam pemilu menggunakan haknya secara benar di TPS sangatlah beragam mulai dari membentuk Relawan Demokrasi, perlombaan-perlombaan untuk mengajak masyarakat menggunakan hak pilihnya, sampai menjemput pemilih ke rumah-rumah. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk meningkatkan Partisipasi masyarakat dalam pemilu Serentak 2019 dan  menjadikan pemilu semakin berkualitas, karena Pemilu sebagai jalan Demokrasi tidak lagi bermakna tanpa adanya Partisipasi Masyarakat, semakin tinggi tingkat Partisipasi masyarakat maka Semakin Baik pula Kualitas Demokrasi, Semakin Tinggi Tingkat Partisipasi maka Semakin representatif hasil dari Pemilu, artinya hasil pemilu lebih mewakili masyarakat banyak dari pada golongan tertentu.(agus/Gio)

Populer

Belum ada data.